Algoritma Eigenface

Prinsip dasar dari pengenalan wajah adalah dengan mengutip informasi unik wajah tersebut kemudian di-encode dan dibandingkan dengan hasil decode yang sebelumnya dilakukan. Dalam metode eigenface, decoding dilakukan dengan menghitung eigenvector kemudian direpresentasikan dalam sebuah matriks yang berukuran besar.

Algoritma Eigenface secara keseluruhan cukup sederhana. Image Matriks (Γ) direpresentasikan ke dalam sebuah himpunan matriks (Γ1, Γ2, …, ΓM). Cari nilai rata-rata (Ψ) dan gunakan untuk mengekstraksi eigenvector (v) dan eigenvalue (λ) dari himpunan matriks. Gunakan nilai eigenvector untuk mendapatkan nilai eigenface dari image. Apabila ada sebuah image baru atau test face (Γnew) yang ingin dikenali, proses yang sama juga diberlakukan untuk image (Γnew), untuk mengekstraksi eigenvector (v) dan eigenvalue (λ), kemudian cari nilai eigenface dari image test face (Γnew). Setelah itu barulah image baru (Γnew) memasuki tahapan pengenalan dengan menggunakan metode euclidean distance. Alur prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut.

 

Algoritma selengkapnya adalah (Turk, Matthew dan Alex P.Pentland : 1991): Continue reading

Mencari Eigenvalue dan Eigenvector

Mencari Eigenvalue

Nilai eigenvalue dari suatu matriks bujursangkar merupakan polynomial karakteristik dari matriks tersebut; jika λ adalah eigenvalue dari A maka akan ekuivalen dengan persamaan linier    (A – λI) v = 0 (dimana I adalah matriks identitas) yang memiliki pemecahan non-zero v (suatu eigenvector), sehingga akan ekuivalen dengan determinan.

 det (A – λI) = 0 

Fungsi p(λ) = det (A – λI) adalah sebuah polynomial dalam λ karena determinan dihitung dengan sum of product. Semua eigenvalue dari suatu matriks A dapat dihitung dengan menyelesaikan persamaan pA(λ) = 0. Jika A adalah matriks ukuran n x n, maka pA memiliki derajat n dan A akan memiliki paling banyak n buah eigenvalue.

Mencari Eigenvector

Jika eigenvalue λ diketahui, eigenvector dapat dicari dengan memecahkan:

 (A – λI) v = 0 

Dalam beberapa kasus dapat dijumpai suatu matriks tanpa eigenvalue, misalnya:

 

dimana karakteristik bilangan polynomialnya adalah λ2 + 1 sehingga eigenvalue adalah bilangan kompleks i, -i. Eigenvector yang berasosiasi juga tidak riil. Continue reading

Eigenface

Teori Eigenface

Pengenalan eigenface berasal dari prefiks bahasa Jerrnan “eigen”, yang berarti “sendiri/individual”. Metode eigenface dianggap sebagai teknologi pengenalan wajah otomatis pertama yang pernah diciptakan. Teori ini dikembangkan oleh Turk dan Petland.

Teori ini dikembangkan dengan membagi sebuah citra wajah menjadi data set fitur karakteristik yang disebut eigenface. Fitur karakteristik ini merupakan komponen utama (principal component) dari training set awal dari citra wajah. Penelitian yang dilakukan oleh Carey dan Diamond menunjukkan bahwa fitur wajah sebuah individu dan hubungan langsung antar fitur tersebut tidak dapat menyamai kemampuan manusia dalam memperhatikan dan mengenal wajah.

Eigenface adalah sekumpulan standardize face ingredient yang diambil dari analisis statistik dari banyak gambar wajah (Layman dalam Al Fatta, Hanif, 2009).

Untuk menghasilkan eigenface, sekumpulan citra digital dari wajah manusia diambil pada kondisi pencahayaan yang sama kemudian dinormalisasikan dan diproses pada resolusi yang sama (misal m x n), kemudian citra tadi diperlakukan sebagai vektor dimensi m x n dimana komponennya diambil dari nilai piksel citra.

Eigenvalue dan Eigenvector

Transformasi ruangan seperti translasi, rotasi, refleksi, stretchting dan kompresi, atau kombinasi dari transformasi ini, dapat divisualisasikan dengan efek yang dihasilkan pada vector. Vektor dapat divisualisasikan sebagai panah yang menunjuk 1 (satu) titik ke titik yang lain.

  1. Eigenvector dari suatu transformasi adalah vektor vektor yang tidak mengalami perubahan atau hanya dikalikan dengan scale factor setelah transformasi.
  2. Eigenvalue dari suatu eigenvector adalah scale factor dimana eigenvector dikalikan.

 

Operasi Cropping

Cropping

Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada area citra. Untuk memotong bagian dari citra digunakan dua koordinat, yaitu koordinat awal yang merupakan awal koordinat bagi citra hasil pemotongan dan koordinat akhir yang merupakan titik koordinat akhir dari citra hasil pemotongan. Sehingga akan membentuk bangun segi empat yang mana tiap-tiap pixel yang ada pada area koordinat tertentu akan disimpan dalam citra yang baru.

Proses Pemotongan Citra

Citra asli                                         Hasil Cropping

 

Dari gambar tersebut diatas dijelaskan bahwa terjadi proses pemotongan citra. Pada awalnya ukuran pixel dari citra asli adalah 5×5 pixel, setelah dilakukan proses pemotongan pada koordinat awal (1,1) dan koordinat akhir (3,3) atau dengan lebar 3 pixel dan tinggi 3 pixel akan terbentuk citra baru dengan ukuran 3×3 pixel. Citra baru ini berisi nilai pixel dari koordinat (1,1) sampai koordinat (3,3).

Grayscale

Nilai Minimum dan Maksium

Citra skala keabuan mempunyai nilai minimum (biasanya=0) dan nilai maksimum. Banyaknya kemungkinan nilai minimum dan maksimum bergantung pada jumlah bit yang digunakan (umumnya menggunakan 8 bit). Contohnya untuk skala keabuan 4 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 24 = 16, dan nilai maksimumnya adalah 24-1 = 15, sedangkan untuk skala keabuan 8 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 28 = 256, dan nilai maksimumnya adalah    28 – 1 = 255.

Array Grayscales

Secara digital suatu grayscale image dapat direpresentasikan dalam bentuk array dua dimensi. Tiap elemen dalam array menunjukkan intensitas (greylevel) dari image pada posisi koordinat yang bersesuaian. Apabila suatu citra direpresentasikan dalam 8 bit maka berarti pada citra terdapat 28 atau 256 level grayscale, (biasanya bernilai 0 – 255), dimana 0 menunjukkan level intensitas paling gelap dan 255 menunjukkan intensitas paling terang. Tiap elemen pada array diatas disebut sebagai picture elemen atau sering dikenal sebagai pixel. Dengan melakukan perubahan pada intensitas pada masing-masing pixel maka representasi citra secara keseluruhan akan berubah. Citra yang dinyatakan dengan matrik M x N mempunyai intensitas tertentu pada pixel tertentu. Posisi picture elemen (i,j) dan koordinat (x,y) berbeda.

Jumlah pixel dimulai dari sudut kiri atas sedangkan koordinat x dan y berada pada sudut kiri bawah.

Format citra ini disebut skala keabuan karena pada umumnya warna yang dipakai adalah antara hitam sebagai warna minimal dan warna putih sebagai warna maksimal sehingga warna antaranya adalah abu-abu.

Konversi Citra Berwana Menjadi Citra Keabuan

Persamaan yang digunakan untuk mengkonversi citra berwarna menjadi citra skala keabuan adalah sebagai berikut (Basuki, A : 2005) :

 Gray = ( R + G + B ) / 3   

Konversi informasi suatu citra warna ke skala keabuan dapat juga dilakukan dengan cara member bobot pada setiap elemen warna (Achmad: 2005), sehingga persamaan diatas dimodifikasi menjadi :

 Gray =wRR + wGG + wBB

 dengan wR, wG, dan wB masing-masing adalah bobot untuk elemen warna merah, hijau dan biru. NTSC (National Television System Committee) mendefinisikan bobot untuk konversi citra warna ke skala keabuan adalah sebagai berikut :

        wR = 0,299                                 wG = 0,587                                           wB = 0,114

Untuk citra berwarna nilai dari suatu pixel misal adalah X, maka untuk mendapat nilai Red, Green, Blue dapat menggunakan rumus :

Blue = X / 216   

Green = (X – Blue * 216) / 28

Red = X – Blue * 216 – Green * 28

Analisis Fitur

Analisis fitur dilakukan untuk menjelaskan hasil ekstrasi fitur dalam bentuk baku dan mudah untuk dibandingkan. Jika kita menggunakan sistem koordianat polar (r,θ) untuk mempresentasikan citra dalam doamain frekuensi, perubahan tedensi energi berubah sepanjang r yang menunjukkan intensitas lipatan telapak tangan dan θ akan menunjukkan arah dari lipatan telapak tangan. Sehingga kita dapat menggunakan metode statistik untuk merepresentasikan fitur telapak tangan. Dan nilai X merupakan ukuran citra yang akan digunakan.

Koordinat Right Angle Menjadi Koordinat Polar

Citra telapak tangan dapat diubah dari sistem koordinat right angle menjadi sistem koordinat polar dengan rumus berikut :

Dimana I adalah citra pada sistem koordinat right angle dan I’ adalah citra pada sistem koordinat polar dalam usaha untuk merepresentasikan intensitas lipatan telapak tangan, citra pada domain frekuensi dibagi menjadi bagian-bagian kecil dengan sederetan lingkaran yang memiliki titik pusat yang sama.

Energi yang ada pada area mirip cincin dirumuskan sebagai berikut : Continue reading

Normalisasi Intensitas dan Alihragam Fourier

Normalisasi Intensitas

Normalisasi intensitas dilakukan pada citra telapak tangan bertujuan untuk mengurangi pengaruh perbedaan kekuatan pencahayaan dan derau saat akuisisi data. Metode normalisasi intensitas yang digunakan, sama dengan metode yang digunakan pada[1], seperti ditunjukkan pada persamaan (2). I dan I’  berturut-turut menyatakan citra asal dan citra hasil, f danberturut-turut menyatakan rata-rata dan varian citra asal, dan fd dan rd berturut-turut menyatakan rata-rata dan varian yang diharapkan dari citra hasil.

dengan

Alihragam Fourier

Proses alihragam fourier yang digunakan menggunakan proses konvolusi dengan nienggunakan Metode FFT (Fast Fourier Transform). Metode ini dapat melakukan proses konvolusi yang lebih cepat untuk ukuran mask dari citra yang lebih besar. Transformasi FFT merupakan pengembangan dari transformasi DFT (Discrete Fourier Transform). Metode FFT bekerja dengan membagi sinyal menjadi dua buah bagian, satu bagian dengan nilai indeks genap dan satunya lagi dengan nilai indeks ganjil. Berdasarkan hal tadi maka diperlukan ukuran sinyal yang bernilai pangkat dua (power of 2), seperti 64 x 64, 128 x 128, 256 x 256 dan seterusnya. Continue reading