Di samping dampak positif globalisasi ada dampak negatif globalisasi yang harus diwaspadai seperti terjadinya pergeseran budaya dan terjadinya dominasi dari yang kuat terhadap yang lemah. Dalam pandangan Bapak Sutrisno mantan wakil presiden RI tahun 1993–1998 kondisi bangsa yang terpuruk ini disebabkan komponen bangsa cendurung melupakan landasan dan tumpuan berpijak.
Landasan dan pijakan bangsa Indonesia tidak lain adalah Pancasila. Jadi Pancasila dalam era globalisasi ini harus dijadikan landasan berpijak bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam kondisi global saat ini pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari perkembangan iptek. Karena pembangunan sangat memerlukan iptek mengingat era globalisasi menuntut dinamisasi ekonomi untuk bergerak serba cepat. Di lain pihak, hasilhasil pembangunan akan memacu perkembangan iptek.
Tetapi di sisi lain, pembangunan di bidang ekonomi, perdagangan, dan industri yang kian kompleks telah mengubah tata nilai yang ada dalam masyarakat. Pembangunan ekonomi selain menimbulkan dampak positif berupa peningkatan kemakmuran rakyat dan etos kerja yang disiplin, juga menimbulkan dampak negatif. Karena dengan kemajuan ekonomi akan mengubah pola hidup rakyat menjadi konsumtif atau budaya hidup mewah. Sehingga barangbarang yang dibeli bukan didasarkan kebutuhan tetapi hanya berdasarkan pada gengsi belaka.
Banyak kalangan menilai bahwa globalisasi akan menimbulkan bentuk kolonialisme baru negara maju terhadap negara berkembang.
Perkembangan iptek khususnya bidang media komunikasi telah membuat dunia menjadi sempit tidak ada lagi batas ruang dan waktu antarnegara di dunia. Globalisasi telah menghilangkan batas-batas negara dan perbedaan antarbangsa. Pada era globalisasi tidak ada bagian dunia yang terisolir. Suatu peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat tersebar ke seluruh pelosok dunia. Contoh peristiwa gempa di DIY dan Jawa Tengah, Sabtu, 27 Mei 2006 yang meratakan ribuan rumah dan lebih dari 6.000 ribu jiwa meninggal dengan hitungan detik sudah tersiar ke seluruh dunia.
Kita menganut paham menghormati bangsa-bangsa lain dan membina solidaritas antarbangsa. Kita ingin ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam pergaulan antarbangsa yang di dalamnya terdapat era teknologi komunikasi modern, begitu banyak paham dan nilai yang masuk ke dalam masyarakat kita.
Benturan, pergeseran, dan penggoyahan nilai-nilai khas bangsa dan nilai-nilai yang ingin dikembangkan berdasarkan budaya Pancasila, tidak dapat dihindari. Oleh karena itu perlu diusahakan pembinaan dan pemantapan masyarakat kita di dalam nilai-nilai yang kita anggap sesuai. Apabila masyarakat dibina untuk tidak bersifat fanatisme dan kepicikan, maka daya tahan dan daya tangkal masyarakat akan mampu menahan benturan dan pergeseran.
Kesimpangsiuran norma sopan santun umum, pola hidup mewah, individualisme, liberalisme anarkistik, otonomi pribadi dan bebas nilai banyak melanda msyarakat modern. Masyarakat modern yang bertumpu pada iptek, sering berpikir dengan pola empirisme. Empirisme dapat mengakibatkan agnostisisme, materialisme, dan ateisme. Mentalitas empirik lebih senang menganut paham pragmatisme dan utilitarisme. Pemikiran-pemikiran metafisik transedental karena ditolak dianggap tidak relevan dan membuang-buang waktu.
Globalisasi merupakan suatu proses atau bentuk di mana kelompok-kelompok masyarakat dari seluruh penjuru dunia saling mengenal, bekerja sama, berinteraksi sebagai masyarakat baru. Globalisasi dapt dilakukan dengan melewatri batas-batas negara sehingga globalisasi memiliki dampak dalam kehidupan. Dampak itu dapat berupa positif maupun bersifat negatif. Dampak yang positif dapat berupa dapat mengembangkan pengetahuan dan tekonolgi; makin luasnya wawasan, pertukaran kebudayaan, dan dapat meningkatkan kesejahteraan serta mudahnya menerima imformasi.
- 1 Dilupakannya Pancasila
- 2 Diremehkannya kewaspadaan nasional
- 3 Dirombaknya secara draktis sistem politik nasional
- 4 Dikesampingkannya sistem hankamrata
- 5 Kurangnya perhatian dan kepedulian kepemimpinan nasional
- 6 Tercabik-cabiknya persatuan dan kesatuan nasional
- 7 Diliberalisasikannya sistem ekonomi nasional
- 8 Dilepasnya sistem sosial budaya nasional
- 9 Ditinggalkannya wawasan nusantara
- 10 Diabaikannya ketahanan nasional
- 11
Dilupakannya Pancasila
Hampir sebagian besar komponen bangsa sudah melupakan Pancasila, padahal Pancasila merupakan jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia, dasar negara dan ideologi negara serta dasar filsafat dan pandangan hidup bangsa. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa. Dalam pandangan hidup terkadung konsep dasar mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad bangsa itu untuk mewujudkan. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan pandangan hidup, cita-cita moral dan kesadaran yang meliputi kejiwaan dan watak bangsa yang sudah berakar di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila suatu budaya yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika manusia dapat menyelaraskan kemajuan lahiriah dan rohaniah.
Diremehkannya kewaspadaan nasional
Derasnya arus globalisasi tidak hanya membawa serta muatan nilai globalisasi, liberalisme, materialisme, kapitalisme dan hedonisme, namun juga aksi-aksi subversi yang kini telah berubah pola dan demensinya berkembang menjadi perang modern multidemensi yang ditujukan kepada negara-negara berkembang yang berpotensi konflik.
Dirombaknya secara draktis sistem politik nasional
Perombakan sistem politik atau sistem apapun ke arah yang lebih baik memang diperlukan bahkan keharusan. Tetapi, perombakan yang dilakukan secara habis-habisan sampai kebablasan dan dilaksanakan secara draktis dalam waktu demikian singkat tentu memberikan dampak yang kurang kondusif dalam sistem kehidupan nasional.
Dikesampingkannya sistem hankamrata
Eforia demokratisasi dan kebebasan yang kebablasan telah menerbitkan phobia, rasa kebencian, dan dendam tak beralasan, di kalangan para tokoh dan eleit politik tertentu. Akibatnya muncul konsepsi bahwa Angkatan Perang (TNI) harus dipinggirkan, bahkan dilemahkan. Karena perasaan phobi dan benci terhadap Angkatan Perang (TNI). Atau bisa saja secara sadar atau tidak bangsa Indonesia menjadi bagian dari sasaran perang modernmultidemensi. Salah satu sasaran mereka adalah Angkatan Perang (TNI) yang merupakan tentara rakyat dengan doktrin pertahanan wilayah harus dipisahkan dari rakayatnya dan diputuskan dari wilayah (teritorial) yang dijaga dan dipertahankannya. Selanjutnya sistem hankamrata makin dikesampingkan, bahkan dituntut pembubaran Kodam, Korem, Kodim dan satuan Teritorial lainnya. Sistem hankamrata merupakan konsepsi strategi pertahanan rakyat bersenjata sebagi sistem penyangga kekuatan Angkatan Perang yang terbatas kekuatannya.
Kurangnya perhatian dan kepedulian kepemimpinan nasional
Surutnya kebangsaan Indonesia merupakan dampak dari kutrangnya perhatian dan kepedulian pemimpin nasional terhadap perkembangan kondisi kebangsaan Indonesia.
Tercabik-cabiknya persatuan dan kesatuan nasional
Dengan semakin berkembangnya fanatisme kepentingan individu dan kelompok-kelompok primordialisme sempit, maka persatuan dan nasional yang telah dengan susah payah dirajut para pendahulu bangsa kini tercabik-cabik. Fanatisme primordial sempit keluar dari bingkai persatuan dan kesatuan nasional dengan latar belakang kepentingan berdasarkan suku, daerah, agama, sekte, aliran, ras, keturunan, partai, organisasi massa, kampung, bidang profesi atau latar belakang pendidikaan, telah mencederai persatuan dan kesatuan kebangsaan Indonesia.
Diliberalisasikannya sistem ekonomi nasional
Sistem ekonomi nasional yang bertumpu pada sistem kapitalisme dan liberalisme belum mampu mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang berpihak padsa rakyat kecil. Etika bisnis dan efisiensi dikalangan dunia usaha belum bisa terwujud karena perilaku KKN, pungli, mark up, penggelapan pajak, suap-menyuap masih tumbuh subur dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Dilepasnya sistem sosial budaya nasional
Kurangnya pembinaan dan pengendalian terhadap aspek sosial budaya nasional telah menyebabkan pintu terbuka lebar bagi derasnya pengaruh nilai-nilai asing yang tidak seluruhnya baik dan cocok bagi bangsa Indonesia. Gaya hidup materialistik, pemisif, hedonistik dan konsumtif, telah merusak dalam kehidupan generasi muda.
Ditinggalkannya wawasan nusantara
Wawasan nusantara merupakan wawasan nasional bangsa Indonesia yang berati cara pandang bangsa atas diri dan lingkungnya sebagai sebuah negara kepulauan yang disatukan oleh lautan dalam sebuah kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
Diabaikannya ketahanan nasional
Hakikat ketahanan nasional berisi kondisi dinamis bangsa serta keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan nasional guna menghadpi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang membahayakan dan mengancam integritas, identitas, ekonomi bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta perjuangan bangsa dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasional.